📚Pentingnya Berpegang Teguh pada Dalil Syar'i dan Bahaya Pendapat yang Menyimpang dalam Agama
Saat ini, kita sering menyaksikan baik dunia nyata maupun dunia maya semakin maraknya syubhat dan fitnah yang dipicu oleh pendapat serta logika yang menyimpang dari dalil-dalil syar'i. Penyimpangan ini bisa terjadi atas beberapa faktor seperti takwil yang keliru, taqlid buta, logika yang rusak, atau sikap longgar terhadap perkara ikhtilaf. Padahal, tidak semua ikhtilaf dapat dianggap sah (mu'tabar).
Setiap ijtihad atau pemikiran yang tidak didasarkan pada dalil syar'i harus ditolak, sebagaimana kaidah ushul fiqih yang berbunyi: "Laa ijtihaada ma'a wujudi an-nass" (tidak ada ijtihad ketika terdapat nash yang jelas). Kaidah ini menegaskan bahwa setiap pendapat yang bertentangan dengan nash adalah batil dan wajib ditolak.
Para ulama sepakat bahwa ada beberapa bentuk pendapat yang menyimpang harus dijauhi¹. Dengan memahami pembahasan ini, diharapkan kita lebih berhati-hati dalam berpendapat agar tidak terjerumus dalam logika yang menyimpang dari kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah ï·» dan Rasul-Nya ï·º.
1. Pendapat yang Menyelisihi Dalil Syar'i dari Al-Qur'an dan As-Sunnah
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat ini sering menyebar di tengah masyarakat karena adanya takwil yang keliru atau taqlid buta. Pendapat seperti ini jelas tercela karena menyimpang dari dasar-dasar syariat dan tidak dapat dibenarkan.
Beberapa fatwa ulama terkait hal ini:
• Imam Asy-Syafi'i rahimahullah: "Ijma’ ulama menyatakan bahwa siapa pun yang menyelisihi nash dari Al-Qur'an atau Sunnah Rasulullah ï·º, maka pendapatnya tertolak."²
• Ibn Taimiyyah rahimahullah: "Segala sesuatu yang bertentangan dengan nash dari Al-Qur'an atau Sunnah yang shahih, maka itu adalah batil. Tidak ada kebaikan dalam pendapat yang menyelisihi nash."³
• Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah: "Apabila terdapat nash yang jelas dalam Al-Qur'an atau Sunnah Rasulullah ï·º, maka tidak diperbolehkan menyelisihinya dengan pendapat manusia, karena pendapat tersebut batil."⁴
2. Berlogika dalam Agama Berdasarkan Prasangka dan Perkiraan Semata
Pendapat ini muncul ketika seseorang malas mengkaji dalil, menyepelekan dalil yang ada, dan tidak mengambil kesimpulan yang benar dari dalil. Pendapat seperti ini lebih didasarkan pada asumsi pribadi daripada tuntunan yang benar.
3. Menolak Nama, Sifat, dan Perbuatan Allah ï·» dengan Logika yang Rusak
Pendapat ini diadopsi oleh kelompok bid'ah seperti Jahmiyah, Muktazilah, dan Qadariyah. Mereka menolak dalil dengan dua cara: pertama, mencari kelemahan pada sanad hadits dengan menyalahkan perawi atau mendustakan mereka; kedua, jika jalur sanad tidak dapat dipatahkan, mereka memutar makna dalil dengan melakukan penyimpangan interpretasi.
4. Logika Ahli Bid'ah yang Menganggap Sunnah Tidak Cukup dan Membuat Ibadah Baru
Beberapa kelompok memodifikasi atau menambah tata cara ibadah yang sudah ada, seolah-olah sunnah Rasulullah ï·º tidak memadai. Ini merupakan bentuk penyimpangan yang jelas dalam agama.
5. Berpendapat dalam Bab Ahkam Syar'iyah Berdasarkan Istihsan, Prediksi, dan Takhrijul Furu' Alal Furu'
Imam Abu Umar Ibnu Abdul Barr menjelaskan bahwa mayoritas ulama menganggap pendapat ini tercela, terutama ketika prediksi hukum diterapkan pada sesuatu yang belum terjadi (iftiradhiyat). Kecuali dalam kondisi yang benar-benar mendesak, pendapat semacam ini harus dihindari, terutama di zaman modern ini di mana informasi dan teknologi berkembang sangat cepat.
📚Referensi:
[1] Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. A'laamul Muwaqqi'iin 'an Rabbil 'Aalamin. Makkah: Dar 'Aalam al-Fawa'id, Juz 1, hal. 142-155.
• Footnote :
[2] Asy-Syafi'i, Imam Muhammad bin Idris. Al-Umm. Beirut: Darul Ma’rifah, Juz 7, hal. 219.
[3] Ibn Taymiyyah, Taqiyuddin Ahmad. Majmu' Al-Fatawa. Mesir: Mu’assasah Qurthubah, Juz 19, hal. 197-200.
[4] Ibnu Katsir, Ismail bin Umar. Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim. Beirut: Darul Fikr, hal. 85
•••