📚 Standar Bacaan Al-Qur'an yang Fasih dan Penyempurnanya serta Akibat Melalaikannya
Selain harus shahih, sebuah bacaan Al-Qur'an juga harus mencapai derajat fasih agar sesuai dengan kaidah tajwid. Menurut ilmu tajwid, terdapat tiga unsur utama yang harus dipenuhi agar pelafalan dinilai fasih:
1. Pengucapan huruf sesuai dengan makhrajnya
Setiap huruf dalam Al-Qur'an harus dikeluarkan dari makhraj yang benar. Kesalahan makhraj dapat mengubah makna dan merusak kejelasan bacaan.
2. Pengucapan huruf dengan sifat-sifat yang tepat
Huruf-huruf harus dilafalkan dengan memperhatikan sifat-sifatnya, seperti getaran suara, aliran udara, posisi lidah, dan sebagainya. Hal ini memastikan suara setiap huruf terdengar jelas dan benar.
3. Kesesuaian dengan hukum tajwid
Setiap kata atau kalimat harus diucapkan sesuai dengan hukum tajwid, seperti izhar, idgham, ikhfa, iqlab, dan panjang (madd) serta tarqiq dan takfhim. Hukum-hukum ini menjaga keindahan dan kejelasan bacaan serta mempengaruhi makna.
Al-Imam Ibn Al-Jazariy menambahkan dua poin penyempurna untuk memastikan kefasihan bacaan, yaitu:
1. Menghindari pelafalan yang berlebihan atau dibuat-buat
Membaca Al-Qur'an dengan wajar, tanpa berlebihan dalam memanjangkan madd atau menambah intonasi, menjaga keaslian dan keharmonisan bacaan.
2. Konsistensi dalam pelafalan
Penting untuk konsisten dalam melafalkan huruf atau kaidah yang sama dalam satu kali pembacaan, agar bacaan tidak berubah-ubah dan tetap jelas.
Barangsiapa membaca Al-Qur'an dengan memenuhi semua poin di atas, maka ia telah membaca dengan fasih sesuai dengan aturan tajwid. Namun, siapa yang meninggalkan salah satu poin tersebut, maka ia terjatuh pada lahn atau kesalahan dalam pelafalan, karena bacaan tersebut keluar dari kaidah tajwid yang seharusnya.
Adapun orang yang tidak mengamalkan tajwid hingga jatuh kedalam lahn jaliy (kesalahan yang dapat merubah makna) dalam al-Qur'an maka ia dapat berdosa.
Al-Imam Ibnul Jazariy mengatakan:
وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيدِ حَتْمٌ لازِمُ ... مَنْ لَمْ يُجَوِّدِ الْقُرَآنَ آثِمُ
"Mengamalkan tajwid saat membaca Al-Quran itu kewajiban yang tetap hukumnya,
Siapa saja yang tidak mentajwidkan Al-Quran, maka dia berdosa."
Apakah orang yang tidak mentajwidkan Al-Quran terkena dosa secara mutlak?
Jawabannya adalah bahwa Ibnul Jazariy mengatakan:
والناس في ذلك بين محسن مأجور، ومسيء آثم أو معذور
"Adapun manusia dalam hal membaca Al-Quran ada kalanya mereka termasuk orang yang bagus membaca Al-Quran dan mendapatkan pahala, di antaranya termasuk orang yang membaca Al-Quran dengan buruk dan dia berdosa, dan di antaranya termasuk orang yang membaca Al-Quran dengan buruk tapi dimaafkan."
Jadi, kapan seseorang bisa berdosa saat membaca Al-Quran dengan buruk atau keliru?
1. Terjadi pada lahn jali secara mutlak, atau lahn khafi yang bisa mengubah makna (seperti ikhtilas),
2. Dia melakukannya dengan sengaja,
3. Dia melakukannya secara tidak sengaja namun lalai untuk belajar.
Artinya apabila ada seseorang yang tidak sengaja terjatuh pada lahn jali, atau lahn khafi yang bisa mengubah makna, namun ia sudah belajar dengan sungguh-sungguh, maka ia termasuk orang yang dimaafkan, tidak berdosa.
Bagi akhawat yang ingin belajar Al-Qur'an silahkan bergabung di https://t.me/daarul_ilmi_aisyah in syaa Allaah dalam waktu dekat akan dibuka banyak kelas. Baarakallaahu fiikum
📚Referensi:
• Ibn Al-Jazari, Thayyibat An-Nashr fi Al-Qiraat Al-Asyr, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, hlm. 34, 36, 40.
• Abdul Fattah Al-Qadi, Al-Burhan fi Qawa'id Al-Tajwid, Dar Al-Ma’rifah, hlm. 112, 120.
• Ayman Rushdi Suwaid, Al-Tuhfah Al-Saniyyah fi Qiraat Al-Sab' Al-Mutawatirah, Dar Ibn Kathir, hlm. 58, 62.
• Ibn Al-Jazari, Al-Nashr fi Al-Qiraat Al-Ashr, Dar Al-Fikr, hlm. 45.
• Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum Al-Quran, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, hlm. 219.
• Kitab Al-Lahn fi Tilawatil Quran al-Karim bersama Syaikh Ahmad Samir Al-Azhari, Daurah.